Penyiar radio sekaligus kolumnis sebuah surat kabar di Kanada, Lori Welbourne, melepas bajunya saat mewawancarai Wali Kota Kelowna, Walter Gray, pada pekan ini. Dia terus mewawancarai Gray sambil bertelanjang dada.
Welbourne, yang membawakan acara radio On The Rocks dan menulis sebuah kolom untuk koran the Province, sedang bertanya kepada Gray tentang apakah legal bagi seorang wanita bertelanjang dada di depan umum, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Senin (26/8).
"Bagaimana jika saya pergi menyusuri jalan-jalan dengan keadaan telanjang dada?" tanya Welbourne.
Namun, sebelum Gray menjawab pertanyaannya, Welbourne menyerahkan mikrofonnya kepada Gray dan langsung membuka tali bajunya, serta memperlihatkan payudaranya tanpa sehelai benang.
"Apa yang kamu lakukan," ucap Gray, yang langsung dijawab Welbourne, 'Di sini udaranya benar-benar panas'.
Setelah merasa tenang usai melihat aksi Welbourne itu, Gray kemudian menjelaskan bahwa seseorang mungkin bisa saja memanggil polisi tapi hanya sedikit hal bisa dilakukan pihak berwenang karena pada kenyataannya memang legal bagi seorang wanita untuk bertelanjang dada di tempat di mana kaum pria juga bisa melakukannnya.
Aksi Welbourne itu ditunjukkan untuk memperingati Hari Telanjang Dada yang biasanya dilakukan pada hari Minggu di tanggal yang dekat dengan 26 Agustus.
Bertelanjang dada di depan umum bukanlah sesuatau hal yang melanggar hukum di Kanada kecuali hal itu dianggap tidak senonoh. Ini juga legal bagi perempuan di sejumlah negara bagian Amerika Serikat meskipun masih banyak yang menyatakan tidak sah.
"Jadi saya bisa pergi bertelanjang dada di sini, di Kelown?" tanya Welbourne.
"Sejujurnya, saya Sebuah jajak pendapat dikeluarkan lembaga survei Ipsos bersama Reuters menyatakan warga Amerika Serikat menentang campur tangan Negeri Adikuasa itu dalam konflik Suriah, dan percaya Washington seharusnya tidak perlu terlibat bahkan jika laporan menyebutkan bahwa pemerintah Suriah terbukti menggunakan senjata kimia mematikan untuk menyerang warga sipil.
Sekitar 60 persen warga Amerika yang disurvei mengatakan pemerintah tidak perlu ikut campur dalam perang sipil di Suriah. Sementara hanya sembilan persen berpikir bahwa Presiden Barack Hussein Obama harus bertindak, seperti dilansir situs the Huffington Post, Senin (26/8).
Jajak pendapat, yang dilakukan Ipsos bersama Reuters pada 19-23 Agustus, ini juga menemukan fakta bahwa 25 persen warga Amerika akan mendukung intervensi Amerika jika pasukan Presiden Suriah Basyar al-Assad menggunakan bahan kimia untuk menyerang warga sipil. Sementara hanya 46 persen responden menentang tindakan itu.
Namun, sejak 13 Agustus, Ipsos melihat adanya penurunan atas dukungan terhadap keterlibatan Amerika, di mana jajak pendapat menemukan fakta bahwa hanya 30,2 persen warga Amerika mendukung intervensi di Suriah jika bahan kimia telah digunakan. Sedangkan 41,6 persen tidak mendukung hal itu.
Jajak pendapat juga menunjukkan bahwa sejauh ini, dengan semakin meningkatnya krisis di Suriah dan gambar-gambar mengerikan korban dugaan serangan senjata kimia di pinggiran Ibu Kota Damaskus pada pekan lalu, memperlihatkan banyak warga Amerika tidak ingin terlibat dalam konflik lain di Timur Tengah.
Beberapa pejabat asing dan Amerika, terutama senator dari Partai Republik, John McCain, menyebut Obama ragu-ragu dalam memutuskan apakah akan bertindak di Suriah. Tetapi beberapa warga Amerika yang disurvei dalam jajak pendapat ini, termasuk Charles Kohls (68 tahun), mantan pejabat militer Amerika dari Maryland, memuji sikap kehati-hatian Obama.
"Amerika seakan menjadi polisi dunia dan kami sudah terlalu banyak terlibat di tempat-tempat yang harusnya menjadi bidang Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), bukan kita," kata Kohs dalam sebuah wawancara. "Saya berpikir kita tidak harus ikut campur di Suriah."
Namun, Kohls mengatakan kemungkinan adanya serangan kimia tidak mengubah keyakinannya bahwa Amerika tidak harus terlibat di Suriah, atau perang lain untuk masalah itu.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar