hari yg dingin kali ini diakhiri dengan hujan yg turun deras sejak petang. indra sudah meringkuk di balik selimutnya yg hangat beberapa saat setelah hujan turun. gue sendiri belum ngantuk, jadi gue putuskan malam itu duduk nonton televisi sambil otak gue menerka-nerka kira-kira apa yg akan ditanyakan bos gue di kantor besok terkait absennya gue hari ini. dan baru saja gue berhasil memunculkan bayangan bos gue sedang memandang galak ke arah gue dari balik mejanya ketika pintu kamar indra terbuka.
"hei meva," gue buru-buru menoleh ke arah pintu.
"eh, ng......kirain kalian tidur di sebelah lagi kayak semalem," katanya.
"emang kenapa?"
"yaah gue pikir gue bisa tidur di kasur lagi. hehehe.."
"si indra udah tidur dari tadi. kalo mau lo bisa tidur di kamer gue aja, di sana juga ada kasur."
"lho, bukannya kamer lo yg ini ya?"
gue menggeleng.
"ini kamer indra. kamer gue yg sebelah." gue berjalan ke pintu dan melewati meva. tiba di depan pintu kamar gue berhenti. "tidur di kamer gue aja, biar nanti gue tidur di sini."
"eh, nggak usah lah. udah biar aja, gue tidur di kamer sendiri nggak papa."
"maksud lo, malem ini lo tidur kayak tadi sore tanpa kasur dan bantal?"
meva mengangguk. sedikit ragu.
"udah biasa kok," katanya pelan.
"jangan dibiasain."
"mau gimana lagi? keadaannya emang kayak gitu kok."
"itulah salahnya. jangan biarkan keadaan mengalahkan kita. kita yg harus mengalahkan dia," gue membuka pintu kamer gue. "gue janji nggak akan masuk kamer ini selama lo ada di dalem. tenang aja."
"udah lah biasa aja sih. nggak perlu repot-repot, biar gue tidur di kamer sendiri. gue nggak enak ngerepotin lo mulu."
"sedikit ngerepotin tapi kalo ikhlas nggak masalah kok."
"gue tidur di kamer sendiri." agaknya dia memaksa.
"oke," gue masuk kamer lalu melipat kasur menjadi satu tumpukan besar.
"mau diapain tuh kasur?" meva melongok dari pintu.
"gue pindahin ke kamer lo."
"eeh...nggak perlu, nggak perlu. oke gue tidur di sini." meva masuk dan mendorong gue menurunkan kasur yg sempat gue angkat.
"oke silakan menikmati mimpi yg indah nona.." gue melangkah mundur. "anggep aja kamer sendiri."
"nah, lo sendiri mau ke mana?"
"bawel. ya ke kamer indra lah, masa mau bareng tidur di sini?"
"enggak, maksudnya kok buru-buru amat? masih jam tujuh nih, gue juga belum ngantuk."
"mau kopi?"
meva menggeleng.
"teh anget?" tanya gue lagi.
"boleh," jawabnya. "ujang gini asyik tuh minum teh anget."
"kalo gitu silakan bikin sendiri. teh sama gulanya ada di kaleng di samping dispenser," gue menunjuk ke sudut kamar. "jangan lupa nyalain dulu pemanas dispensernya."
"gue bikin sendiri gitu?" protes meva.
"yaelaah...timbang teh gituan aja masa kudu dibikinin sih? lo kan cewek?"
"apa hubungannya cewek sama bikin teh?"
"ya biasanya yg cekatan bikin kayak gituan kan cewek?"
"nggak mau. lo aja deh yg bikin teh nya."
gue kernyitkan dahi.
"kok malah gue?" gue juga protes. "kan elo yg mau minum teh?"
"ya udah deh nggak jadi. gue udah nggak tertarik," dia memasang wajah cemberut.
gue mendengus pelan. ni cewek masih aja nyebelin. gue jadi penasaran apa dia emang ngeselin sejak lahir?
gue masuk dan melangkah mendekati dispenser, menyalakan pemanas, lalu mulai menuang gula dan memasukkan teh celup ke dalam gelas kosong tanpa air.
"lo sendiri nggak bikin?" tanya meva ketika gue menyodorkan segelas teh manis hangat yg baru saja gue buat.
"gue lagi nggak pengen," jawab gue pendek.
meva berhati-hati sekali meminum teh yg masih mengepulkan asap ke wajahnya.
"lo mau langsung tidur?" tanya meva.
gue menggeleng.
"kalo gitu kita ngobrol aja sambil duduk di luar," ucap meva. dia keluar dan duduk di tembok balkon. gelas teh hangat ditarohnya di sebelahnya.
gue sih ngikut aja. meva duduk di tembok balkon, sedikit demi sedikit meminum teh manisnya sementara gue berdiri bersandar pada tembok. kami menikmati dinginnya angin yg berembus dingin.
"thanks ya tehnya manis, gue suka," katanya.
gue mengangguk pelan. gue amati baik-baik wajahnya. masih ada kemuraman di raut mukanya.
"kalo boleh tau, lo gawe dimana?" gue beranikan diri bertanya.
"gue kuliah kok di UN**KA, semester empat."
"ooh.. lo asli sini?"
"bukan, gue lahir dan besar di Padang."
"wah, kok bisa nyasar ke Karawang?"
"namanya juga orang nyasar, bisa kemana aja kan?" dia tersenyum simpul. "lo sendiri orang mana?"
"gue dari sebuah kota kecil di Kalimantan."
"rasanya gue nggak perlu tanya kenapa lo bisa ada di sini kan?" dan kami tertawa kecil.
malam itu kami berdua mengobrol tentang asal-usul kami, cerita masa kecil dan masa-masa sekolah dulu, serta beberapa motivasi yg gue kejar di perantauan ini sambil diselingi candaan segar dari meva. seperti sudah gue duga, meva memang orang yg menyenangkan. dia pintar mencari bahan pembicaraan. memang baru sebatas perkenalan nggak formal tapi well, malam ini cukup menyenangkan mengobrol ditemani rintikan hujan. lama kami ngobrol sampai lupa waktu. kami baru tidur saat malam mulai beranjak pagi...
Rabu, 24 Desember 2014
REBORN Sepasang Kaos Kaki Hitam by pujangga.lama PART.20
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar