Pages - Menu

Kamis, 29 Agustus 2013

Bukti-bukti kepalsuan penggunaan senjata kimia di Suriah

Stasiun televisi CBS News melansir (27/8), Amerika Serikat bakal serang Suriah paling cepat hari ini. Sementara kapal-kapal perang sudah siap dalam posisi mereka di Laut Mediterania. Ini terakhir kali Amerika mengklaim penggunaan senjata kimia dalam konflik di negeri Presiden Basyar al-Assad. Sebelumnya beberapa klaim serupa terbantahkan. Benarkah tudingan kali ini?

Sekutu dekat Suriah yakni Rusia paling pertama meragukannya lantaran penggunaan gas sarin datang dari oposisi. sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) belum menyelesaikan pekerjaan mereka meneliti kebenaran penggunaan senjata kimia ini. PBB malah butuh waktu empat hari seperti dilansir stasiun televisi BBC (28/8), namun Amerika dan sekutunya nampak sudah gatal memporak porandakan Suriah.

Rusia bukan satu-satunya meragukan invasi Amerika itu. Direktur Konvensi Senjata Kimia dari Institut Finlandia Paula Vanninen mangatakan dia tidak yakin penggunaan senjata kimia lantaran pihak pemberontak dan semua orang berada di seberang Assad menginvestigasi tanpa pakaian pelindung dan masker. "Dalam kasus nyata mereka akan terkena dampaknya dan mengalami gejala keracunan sebab gas itu punya daya tahan mingguan," ujarnya.

Sementara Kepala Kimia dan Proyek Keamanan Biologi dari Institut Perdamaian dan Riset Stockholm Internasional John Hart mengatakan tidak ada bukti sedikit pun dari mata para korban akan keracunan gas. Bahkan editor mahalan CBRNE Gwyn Winfield mengkhususkan diri dalam ulasan senjata kimia mengatakan militer Assad tidak memiliki stok bahan bisa membunuh banyak orang itu.

"Bisa jadi itu kelas lebih rendah. Jumlah korban diklaim pemberontak dan pegiat kemanusiaan berbeda jauh. Gas sarin milik militer sudah tentu membunuh lebih dari itu dan efeknya berminggu-minggu," ujar Winfield.

Pemberontak Suriah dan mereka mempunyai kepentingan terindikasi sudah dalam tekanan setelah pasukan Assad semakin berjaya lantaran didukung penuh Hizbullah. PBB pun terlibat dalam menyudutkan Assad. Sedemikian lama konflik ini berlangsung, tetap Presiden Amerika Barack Hussein Obama tidak bergeming membantu pemberontak meski dia sudah berada di tengah garis merah dan hanya butuh satu tindakan kesalahan Assad membuat Amerika berubah haluan. Ini menjadi hal amat dipaksakan.

Dari bukti-bukti itu semakin jelas pemberontak menggunakan pelbagai cara memicu intervensi asing, terutama Amerika untuk mengerahkan militernya dan berperang dengan Assad.

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar