Korea Selatan terancam mengalami krisis energi setelah dua pembangkit listrik mereka berhenti beroperasi Senin kemarin. Akibatnya, berbagai langkah penghematan dilakukan, mulai dari pengawasan penggunaan AC hingga rencana pemadam bergilir.
Stasiun berita Channel News Asia, Selasa 13 Agustus 2013, memberitakan bahwa dua pembangkit yang mati adalah Dangjin III dan Seocheon yang dioperasikan dengan batu bara. Dangjin III menghasilkan 500 megawatt lisrik, sementara Seocheon 400 megawatt.
Menurut pernyataan Pembangkit Listrik Korea (KPE), matinya dua pembangkit ini karena alasan teknis. Dangjin III direncanakan akan berhenti beroperasi selama seminggu sedangkan pembangkit listrik Seocheon sudah mulai beroperasi sejam kemudian, kendati hanya bisa menghasilkan daya separuhnya, yakni 200 megawatts.
Seorang menteri di Negeri Ginseng itu memperingatkan akan adanya krisis energi nasional dalam waktu dekat jika kedua pembangkit tidak segera beroperasi. "Kami sedang menghadapi potensi krisis listrik terburuk," ungkap Menteri Perdagangan, Industri dan Energi, Yoon Sang-Jick pada Minggu kemarin.
Sang-Jick mengatakan, pemerintah akan mengambil langkah ekstrem, yaitu melakukan pemadaman listrik bila salah satu pembangkit kembali berhenti beroperasi. Sang-Jick menghimbau agar penggunaan listrik di pabrik, rumah tangga dan pusat perbelanjaan dibatasi selama tiga hari ke depan.
Aturan yang sama juga dialamatkan kepada semua gedung instansi pemerintah. Alhasil banyak sistem pendingin ruangan yang dimatikan di dalam gedung. Padahal Korsel sedang dilanda musim panas yang mencapai angka 34 derajat Celcius.
Bahkan di beberapa gedung, eskalator dan lift terpaksa dimatikan, memaksa karyawan menggunakan tangga demi penghematan.
Kementerian bahkan akan memperketat pengawasan terhadap berbagai pusat perbelanjaan yang ada di Korsel. Mereka tidak segan-segan mendenda mall yang sengaja mengatur sistem pendingin udaranya di bawah angka 26 derajat celcius.
Menurut Kementerian Perdagangan, Industri dan Energi, situasi ini bisa semakin parah apabila cadangan energi nasional turun di bawah angka 2.0 gigawatt. Bila itu terjadi, maka pemerintah akan mengeluarkan perintah mematikan pendingin udara di seluruh gedung instansi pemerintah, lampu dan peralatan listrik yang tidak dibutuhkan.
Target cadangan energi nasional sulit dipenuhi karena suhu panas yang terjadi di Korsel memaksa konsumsi energi lebih banyak. Sementara cadangan energi nasional minimum yang harus dipenuhi adalah 4.0 gigawatt untuk dapat mendistribusikan listrik yang stabil.
Di saat yang bersamaan, industri nuklir Korsel juga tengah menghadapi krisis. Saat ini enam reaktor Korsel dilaporkan berhenti beroperasi. Padahal negara itu membutuhkan setidaknya 23 reaktor nuklir untuk memenuhi 30 persen kebutuhan listrik warganya.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar